Laporan Ust Saeed Kamyabi dari Chinatown Singapura, 29 Nov 2024
Kesempatan transit kami dari Perth, Australia menuju Jakarta menjadi pengalaman yang tak terlupakan di Singapura. Kami memanfaatkan waktu untuk berkunjung ke Masjid Omar Kampung Melaka di Chinatown, Singapura. Walaupun waktu singkat, kami berhasil menyaksikan keindahan sejarah Islam di kota tersebut, sekaligus merasakan sambutan hangat yang tak ternilai harganya.
Masjid Omar, yang berdiri megah di Chinatown, adalah masjid tertua di Singapura. Masjid ini dibangun pada tahun 1820 oleh Syed Omar bin Ali Aljunied, seorang dermawan keturunan Arab yang berasal dari Palembang. Syed Omar adalah ipar dari Habib Nuh, seorang wali Allah yang sangat dihormati di Singapura. Masjid ini menjadi saksi sejarah perjalanan Islam di Singapura, memberikan kontribusi besar sebagai tempat ibadah dan pusat komunitas sejak masa awal pendirian hingga sekarang.
Meski Masjid Sultan lebih populer dan sering menjadi tujuan utama wisatawan Muslim, namun pengalaman kami di Masjid Omar sungguh memberikan kesan yang mendalam. Sesampainya di sana, kami disambut hangat oleh seorang pengurus masjid bernama Bang Abdillah. Karena keterbatasan waktu, kami tidak sempat mengikuti sholat Jumat sehingga kami sholat Dzuhur dan Ashar secara jama’ taqdim dan qasar.
Setelah sholat, Bang Abdillah menawarkan ruang khusus untuk i’tikaf bagi musafir. “Mari silakan bawa masuk barang di sini,” katanya dengan senyum lebar. Namun, Pak Andi, salah satu kawan perjalanan kami, menjawab bahwa maaf kami hanya mampir sebentar. “Oh, kalau begitu mari makan dulu,” ujarnya sembari mengajak masuk ruang makan. Tapi kami katakan bahwa kami harus segera balik lagi ke airport. Maka Abdillah menyiapkan nasi empat bungkus untuk kami bawa. Waktu tempuh dari Masjid Omar ke Bandara Changi Singapura sekitar 45 menit.
Tunggu saya akan memesan GrabCar untuk tuan-tuan ke bandara,” ucapnya. Masya Allah, perhatian dan pelayanannya benar-benar mencerminkan akhlak mulia seorang muslim sejati.
Sebelum berpisah, Abdillah mengajak kami berziarah ke makam Habib Omar, yang terletak di kaki menara Masjid Omar. Makam ini menjadi bukti sejarah Islam di Singapura dan menunjukkan bagaimana para pendahulu kita berjuang menyebarkan dakwah Islam.
Dalam perjalanan kembali, Khairul, salah satu teman kami berkata “Beda sekali ya dengan Zulfikar” katanya membuat kami tertawa mengenang pertemuan dengan Zulfikar di Huntingdale Perth.
Haji Mahmuri, seorang pengusaha konstruksi, salah satu kawan seperjalanan kami, menyimpulkan dengan bijak bahwa, “Sekiranya semua pengurus masjid di seluruh dunia menyambut tamu Allah seperti Bang Abdillah, pasti semua masjid akan jadi makmur. Dia tidak kenal kita siapa, dia tidak bertanya dari mana, tapi dia siapkan tempat, makan, bahkan bayarkan transportasi kita ke bandara. Subhanallah, inilah tanda orang beriman.”
Kunjungan singkat kami ke Masjid Omar bukan hanya menjadi perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan hati yang memperkuat keimanan. Keikhlasan dan keramahan Abdillah menjadi teladan, sekaligus mengingatkan kami akan pentingnya menyambut tamu dengan hati terbuka. Semoga semangat seperti ini terus hidup di setiap masjid di seluruh dunia.
Komentar