Oleh: Nuim Hidayat (Penulis Buku dan Direktur Forum Studi Sosial Politik)
Dalam buku Catatan Harian Sultan Hamid II dituliskan tentang kekokohan sikap Sultan Abdul Hamid II, khalifah terakhir Utsmaniyah Turki terhadap rayuan Theodore Hertzl.
Dalam Biografi Hertzl – seperti diungkap dalam Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II- diterangkan tentang tiga sikap Sultan terhadap penyelesaian Palestina. Pertama, Sultan Abdul Hamid berkata bahwa dia tidak akan pernah melepaskan Al Quds, karena yang telah dihimpun (ditaklukkan) oleh Umar bin Khattab wajib tetap di tangan kaum Muslim untuk selamanya.
Kedua, Masyarakat yang ada di sana (Inggris) senantiasa menunggu runtuhnya Turki (negara Utsmaniyah) yang sangat dekat dalam pandangan mereka…sesungguhnya pencopotan Sultan tidak dapat dilakukan kecuali bekerjasama dengan Turki Muda…dan berkata (Newlansky) bahwa dia telah menyampaikan keputusan kepada Sultan yang mencakup nasihat tersebut. Aku berkata kepadanya (Hertzl) bahwa saat ini harus menambah lebih banyak fakta lagi terhadap program yang telah disampaikan kepada Sultan, yaitu agar Sultan mendukung Yahudi dengan memberikan sebidang tanah yang diharapkan kepada mereka. Mereka tengah berusaha untuk memperbaiki keadaan di dalam negeri, memperkokoh keuangannya dan mempengaruhi opini umum agar mampu menghadapinya.
Ketiga, Sultan Abdul Hamid kepada temannya (Newlansky) : Sampaikan kepada teman anda dan nasihatilah dia agar tidak berusaha untuk main-main dalam hal itu selamanya. Aku tidak dapat menjual bagian dari negeri tersebut walau satu telapak kaki pun, karena negeri itu bukan milikku, tetapi milik rakyatku. Rakyatku telah sampai negeri itu dengan mengucurkan darahnya dan mereka pun akan kembali menumpahkan darahnya esok hari. Di masa depan kami tidak akan pernah membiarkan seorang pun untuk merampasnya dari kami…Yahudi harus berkorban dengan dana jutaan. Adapun bila negara Utsmaniyah telah runtuh dan telah sempurna tercerai berai maka Yahudi akan sampai ke Palestina secara gratis. Kami tidak akan pernah membagi-bagikan negara Utsmanyah ini kecuali kepada anak cucu kami dan aku tidak akan pernah menerima penjelasan apapun untuk tujuan tersebut.
Tokoh pendiri negara Yahudi, Hertzl, memang mencoba mengadakan kontak dengan Sultan Abdul Hamid. Hertzl sendiri menargetkan pertemuan tersebut sebagai jalan untuk membangun masyarakat Yahudi di Palestina. Sedangkan Sultan menginginkan hal-hal berikut :
- Mengetahui hakikat rencana Yahudi
- Mengetahui peta kekuatan Yahudi Internasional dan sejauh mana kemampuannya
- Menyelamatkan negara Utsmaniyah dari makar jahat Yahudi
Sedangkan Hertzl menginginkan pertemuan dengan Sultan itu akan menghasilkan : - Tawaran, berupa harta sebesar apapun (yang diminta Sultan –pen) dalam rangka mewujudkan sebuah negara Yahudi. Rencana ini ditandai dengan mempersembahkan hadiah harta, berupa lira emas dalam jumlah yang sangat besar.
- Memberikan pinjaman jutaan lira Utsmaniyah kepada Kas Negara Utsmaniyah
Akhirnya terjadilah pertemuan Sultan dengan Hertzl. Pertemuan tersebut berakhir dengan penolakan Sultan terhadap rencana dibangunnya tempat tinggal untuk komunitas Yahudi di Palestina. Peristiwa ini membuat Hertzl berpandangan bahwa Abdul Hamid adalah sultan yang sangat jahat, busuk dan tidak dapat mempercayai seorang pun.
Sultan Abdul Hamid berpendapat bahwa sangat penting untuk tidak membiarkan terbentuknya komunitas imigran Yahudi di Palestina, sehingga etnis Arab Muslim yang ada tetap terpelihara dengan segala keunggulan alaminya. Sultan menganggap apabila ia membiarkan Yahudi tinggal di Palestina, maka dalam waktu singkat mereka akan mampu menghimpun berbagai kekuatan di tempat yang selama ini mereka idam-idamkan. Dalam kondisi demikian tentu saja yang dimaksudkannya adalah keselamatan penduduk Palestina.
Hertzl berkata bahwa dia telah gagal merealisasikan cita-cita Yahudi di Palestina. Oleh sebab itu bangsa Yahudi tidak akan pernah mampu masuk ke ‘tanah yang dijanjikan’ selama Sultan Abdul Hamid menjadi penguasa tanah tersebut.
Sultan sendiri pernah mengungkapkan pendangannya tentang gerakan zionisme, termasuk gerakan Hertzl. Ia berkata,”Tentu saja para aktivis zionisme tidak hanya menyibukkan dirinya dalam urusan pertanian di Palestina. Tetapi yang mereka inginkan adalah membentuk pemerintahan dan memilih wakil-wakilnya dalam arena politik. Aku sangat memahami arti dari rencana jahat mereka itu, yaitu mereka berdusta saat mereka memberikan gambaran rencananya. Sungguh aku akan menghadapi upaya jahat mereka tersebut…Hertzl menginginkan tanah tersebut untuk teman-temannya seagama, tetapi sekedar semangat tidaklah cukup untuk menyelesaikan segala hal.
Berkenaan dengan al Quds, Sultan berkata,”…Sesungguhnya al Quds adalah bumi milik kami selamanya. Dan akan tetap demikian, yaitu sebagai bagian dari kota-kota suci kami yang ada di bumi Islam. Karena itu al Quds harus tetap bersama kami.”
Sultan Abdul Hamid pernah berpesan kepada rakyatnya akan pentingnya menjaga Islam. “Sesungguhnya Islam adalah kekuatan satu-satunya yang dapat menjadikan kita kuat. Kita adalah umat yang dinamis dan kuat, tetapi dengan syarat kita membenarkan agama kita yang agung itu. Tidak perlu dibahas lagi bahwa kita sangat membutuhkan keimanan yang benar dan ikhlash kepada Keagungan Allah.”
Komentar