Jakarta, Tributeasia—“Selamat pagi dari Boston, Massachusetts! Beberapa hari kedepan, saya akan menjalani beragam agenda di Amerika Serikat. Mulai investor meeting, hingga menghadiri retreat Bretton Woods Institution- @worldbank dan@the_imf.
Sebelum memulai seluruh agenda tersebut, saya jogging sejenak,” demikian Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam akun Instagram pribadinya yang dounggah Kamis (26/9/2024).
Bretton Woods adalah tempat lahirnya Lembaga Keuangan International IMF dan Word Bank.
Menyikapi aktivitas Sri Mulyani yang akan mengakhiri tugasnya sebagai Menkeu pada rezim Jokowi pada 20 Oktober 2024, Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) Dr. Rahman Sabon Nama, mengatakan Menkeu Sri Mulyani seolah dia menjadi manusia yg peduli dengan kehidupan dan kesejahteraan bangsa dan negara Indonesia saat ini .
Selama ini, lanjut Rahman Sabon Nama, pemerintahan Jokowi tidak produktif. Sementara Sri Mulyani sebagai Menkeu juga tidak kreatif dalam menggali sumber pendapatan negara dari sektor Sumber Daya Alam.
Akibatnya, pendapatan negara semakin rendah. Sementara di sisi lain, pemerintahan rezim Jokowi bisa dengan mudahnya mencabut subsidi untuk pelayanan publik.
Padahal, lanjut Rahman Sabon, subsidi tersebut seharusnya merupakan hak rakyat Indonesia. Hal itu juga sejalan dengan sejarah bangsa Indonesia dimana ada komitmen Presiden RI pertama, Sukarno dengan para Raja Sultan Kerajaan Nusantara untuk menyejahterakan rakyat.
“Paska Proklamasi Kemerdekaan RI 1945 ada komitmen dari Bung Karno untuk menyejahterakan rakyat di bekas wilayah kedaulatan kerajaan Nusantara,” jelas Rahman.
Sekarang, kehidupan rakyat semakin sulit dan diperkirakan kemiskinan naik tajam dari 28 juta menjadi 110 juta orang. Sementara semua harga kebutuhan pokok, tarif dasar listrik , BBM dan angkutan darat, laut dan udara mengalami kenaikan.
“Apa yg disampaikan Sri Mulyani didepan Bretton Woods adalah sebuah siasat dari Rezim Joko Widodo dengan mengorbankan kepentingan rakyat untuk menutupi kerugian negara akibat merajalelanya praktek KKN dan kejahatan ekonomi rezim dengan konspirasi oligarki China komunis,” ungkap Rahman Sabon.
Sementara pengemplang pajak dan para perampok tanah rakyat dan SDA dibiarkan. Pada era rezim Jokowi ini, kekayaan negara dibiarkan mengalir ke luar negeri. “Nilainya diperkirakan sebesar Rp 500 trilyun setiap tahun,” ungkap Rahman Sabon Nama.
Komentar