Khairul Fahmi: Penggiat Literasi
Yang hidup di Jakarta sejak tahun 1980 an bisa dipastikan telah melihat perubahan yang revolusioner terhadap moda transportasi umum di Jakarta. Kenapa harus dari tahun 1980-an?
Karena di tahun 1980-an semua moda transportasi umum di Jakarta masih lengkap. Becak, bemo, oplet, bajaj, ojek motor, ojek sepeda, mikrolet, dan bus kota masih memadati jalan-jalan di Jakarta.
Becak menghilang tahun 1988 dengan diterbitkannya Perda DKI Jakarta No. 11 oleh Gubernur Wiyogo Atmodarminto.
Sebelumnya di tahun 1979 Gubernur Tjokropranolo telah melarang opelet beroperasi di Jakarta. Opelet dilarang karena dianggap terlalu tua, dan harus diganti dengan kendaraan yang lebih muda, yaitu mikrolet.
Berbeda dengan becak yang pelarangannya disertai dengan razia, opelet tidak ada razia opelet. Bahkan sampai akhir 1980 an masih ada opelet yang beroperasi di trayek Pasar Jumat Pasar Kebayoran Lama.
Moda transportasi terakhir yang dilarang beroperasi oleh Pemerintah DKI Jakarta adalah bemo. Pelarangan ini melalui SE Kadishub DKI tertanggal 5 Juni 2017.
Setelah becak, opelet, dan bemo dilarang beroperasi, yang tersisa adalah mikrolet, bajaj, dan bis kota. Bajaj wilayah operasinya agak terbatas, karenanya disebut angkutan lingkungan. Sementara mikrolet dan bis kota jangkauan dan trayeknya lebih luas lagi. Sebenarnya ada lagi moda transportasi publik, yaitu taksi.
Sampai dengan tahun 2018 angkutan umum di Jakarta masih belum tertata, sekalipun tahun 2004 Gubernur Sutiyoso mengoperasikan Bus Transjakarta. Saat itu Bus ini masih terbatas dan belum terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Karena TransJakarta masih terbatas, angkutan umum biasa masih beroperasi.
Angkutan umum di Jakarta sebelum era JakPro sangat tidak nyaman. Gambaran situasi angkutan umum, khususnya bis kota, diungkapkan oleh Ahmad Albar dalam syair lagunya:
“Bus Kota”
Kulari mengejar laju uis kota
Berlomba-lomba saling berebutan
Tuk sekedar mencari tempat yang ada
Kucari dan terus kucari-cari
Namun semua kursi telah terisi
dan akhirnya akupun harus berdiri
Bercampur dengan peluh semua orang
dan bermacam aroma
bikin kupusing kepala
Serba salah …
Nafasku terasa sesak
Berhimpitan, berdesakan, bergantungan ….”
Saya pribadi sebagai pengguna setia bis kota masih menyimpan banyak memori saat dulu naik bis kota. Masih terbayang di pelupuk mata kernet bus Kowanbisata kepalanya terbentur bus yang ada di depannya. Masih juga terasa bergelantungan di pintu bus Koantas Bima Tanah Abang Ciputat karena mengejar waktu kuliah. Masih juga terasa tangan pencopet merogoh saku celana saya. Belum lagi, saya pernah terpental dari Kopaja karena turun menggunakan kaki kanan lebih dulu, dan masih banyak lagi, terlalu banyak untuk diceritakan.
Satu hal yang juga perlu diceritakan adalah ugal-ugalannya para pengemudi bis. Rasanya pada masanya ini cerita yang paling banyak diceritakan tidak hanya oleh koran-koran atau televisi, tapi juga kita saksikan sendiri: bus kota ugal-ugalan, ujung2nya terjadi kecelakaan, terkadang berujung kepada pembakaran bus.
Secara fisik, angkutan umum juga sangat memprihatinkan ; dari bodi yang sudah rusak, kursi yang banyak copot, kaca yang pecah, sampai yang mesinnya sering ngadat di jalan. Dengan gambaran seperti ini bagaimana ajakan pemerintah untuk berpindah ke moda transportasi umum akan disambut positif oleh warga?
Apa yang dilakukan Anies Baswedan ? Anies meneruskan Bus Transjakarta yang sudah dirintis oleh gubernur-gubernur sebelumnya. Secara spesifik Anies Baswedan membuat JakLingko. Dengan JakLingko ia membangun sistem transportasi umum yang terintegrasi dalam bentuk interkoneksi antarmoda, perbaikan model manajemen layanan transportasi umum, perluasan daya jangkau transportasi hingga menjangkau seluruh warga, pengintegrasian sistem transportasi dengan pusat-pusat permukiman, pusat aktivitas publik, dan moda transportasi publik dari luar Jakarta.
Dengan JakLingko ini penumpang dengan uang Rp 5.000 bisa keliling-keliling Jakarta menggunakan bus TransJakarta dan angkot berkali-kali tanpa ada biaya tambahan.
Sejalan dengan perbaikan manajemen transportasi publik, banyak perusahaan bis kota yang bekerjasama dengan JakLingko. Kini tidak ada lagi Metromini, Kopaja, Koantas Bima, Kowanbisata, Mayasari Bakti, dan lain-lain. Semuanya terintegrasi. Nama busnya TransJakarta, MiniTrans, atau MetroTrans dengan warna asal perusahaan bis itu, tapi model dan cat mobilnya bagus. Interiornya juga bagus. Semuanya ber-AC.
Tidak hanya bus besar dan bus sedang yang bergabung. Angkot-angkot juga ikut terintegrasi dalam manajemen JakLingko. Memang belum semua supir angkot bisa bergabung. Tapi dari sekian banyak supir dan armada angkot yang sudah bergabung, terasa sekali kemanusiaan para supir ini. Karena digaji rutin oleh manajemen JakLingko, mereka tidak “blingsatan” cari penumpang, tidak panik cari setoran. Akhirnya, pelayanan semua armada bus dan angkot sangat manusia.
Di bawah manajemen JakPro tidak ada lagi bis atau mikro bus yang bodinya jelek. Tidak ada lagi cerita supir bis kota mikrolet yang ugalan-ugalan, tidak ada lagi teriakan kondektur : “rapat belakang”, tidak ada lagi angkutan umum “ngetem” di sembarang tempat, dan tidak ada lagi cerita bis kota dibakar massa karena menabrak orang di jalan.
Saya pernah mengobrol dengan supir angkot SO3 Kebayoran Lama-Lebak Bulus. Ia menyatakan ingin sekali bisa bergabung dengan JakLingko seperti teman-teman supir lainnya. Lamaran sudah diajukan. Tapi belum disetujui. Harapannya supaya dapat gaji rutin 4 juta/bulan, satu jumlah yg serasa sulit didapatkan oleh para supir angkot saat ini, karena persaingan dengan transportasi online.
Harapan ini juga yang disandarkan para supir angkot seluruh Indonesia. Seandainya Anies Baswedan yang terpilih sebagai presiden, mungkin model manajemen JakLingko juga akan mereka rasakan. Karena prestasi di atas Anies Baswedan mendapat penghargaan STA (Sustainable Transport Award) pada tahun 2021.
Kita tunggu kiprah Anies Baswedan selanjutnya untuk seluruh rakyat Indonesia.
Wallahu a’lam bish shawab
Komentar