By: Ustadz Soetrisno Hadi
Anggapan bahwa sufi itu tidak ada, hanya ilusi. Ternyata, tidak benar. Buktinya, kini sedang berlangsung Muktamar Sufi se Dunia atau World Sufi Assembly (WSA) di Pekalongan, Jawa Tengah.
Bertempat di Syahid International Convention Center (SICC) diketuai oleh Habib Luthfi Ali bin Yahya diikuti oleh 57 sufi terkemuka dunia dan ulama dari 31 negara di dunia membicarakan persoalan-persoalan mendasar yang sedang dihadapi dunia internasional.
Perang yang terus berlangsung antara Rusia dan Ukraina, ketimpangan sosial ekonomi antara negara miskin dan kaya serta beragam permasalahan umat manusia lainnya.
Muktamar Sufi atau lebih spesifik lagi tarekat sufi, menurut Prof.Dr.Ali Jum’ah Muhammad, Mufti Agung Mesir, adalah ibarat sekolah yang mempelajari metode-metode pembersihan noda jiwa atau tazkiyyat an-nafs dan meluruskan adab manusia. Karena manusia dengan beragama adalah the civilized man orang-orang beradab.
Perang, ketimpangan sosial ekonomi, pertentangan antar manusia tidaklah sejalan dengan esensi ajaran Islam yang sesungguhnya. Islam mengajarkan hidup dalam kerukunan, kedamaian, keharmonisan, toleransi di tengah keberagaman, serta persatuan di tengah perbedaan.
Kerukunan dan kedamaian adalah esensi Islam. Hidup rukun, damai adalah hidup manusia beradab karena sejalan dengan kalam Allah,swt dalam QS.al-Baqarah,2:208. Allah,swt menyebut Islam dalam ayat itu dengan as-Silm , damai. WSA itu menyuarakan solusi atas masalah dunia yaitu ketimpangan militer, ekonomi dan sosial dengan hidup damai.
Dapat dikalkulasi berapa banyak sumber daya alam, material, SDA, dan lainnya yang terbuang begitu saja karena perang. Belum lagi dampaknya bagi bangsa-bangsa lain di dunia.
Islam melalui WSA menyuarakan pentingnya keharmonisan dan toleransi di tengah keberagaman dunia. Bukankah, para sufi yang menyampaikan pesan persaudaraan antar umat Islam ukhuwah islamiyah, persaudaraan kebangsaan ukhuwah wathaniyyah, dan persaudaraan kemanusiaan ukhuwah basyariyyah . Itu semua kompatibel dengan permasalahan yang dihadapi dunia kini.
Melalui WSA disuarakan pentingnya persatuan di tengah perbedaan yang terbuka di antara sesama umat manusia. Bukankah itu yang diajarkan Rasulullah,saw kala pertama kali hijrah dari Mekah ke Madinah. Mempersatukan dan mempersaudarakan antara kabilah-kabilah di sana. Antara Muhajirin dengan Anshar, bahkan dengan umat lainnya untuk hidup dalam persatuan dan persaudaraan kemanusiaan.
Bukankah itu yang diajarkan para wali songo dalam menjalankan da’wahnya di lingkungan mayoritas bukan mukmin, sehingga menimbulkan simpati dan banyak orang masuk Islam.
Bagaimana dulu misalnya Sunan Kudus atau Sunan Kalijogo mengembangkan gaya da’wah yang bertahap atau tadrij dan da’wah tanpa menyakiti ‘ adam al-haraj yang ternyata berhasil mengajak banyak orang masuk Islam.
Selamat bermuktamar, semoga dari Muktamar ini banyak masyarakat dan bahkan dunia internasional tercerahkan. Allah,swt memuliakan mereka yang taqwa, suci lahir batin, bersih dari pamrih duniawi. Barakallahu lana wa lahum .
Komentar