oleh

PKS Desak Pemerintah Cabut Klaster Pendidikan RUU Cipta Karya Meliberalkan Pendidikan

Iklan Travel

 

Tributeasia.com, Jakarta – Anggota Panitia Kerja (Panja), Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Mulyanto, desak Pemerintah mencabut klaster pendidikan dalam RUU Cipta Kerja yang sedang dibahas. 

IKLAN-TA-CALEG

Jelas Mulyanto, Pemerintah tak mampu merumuskan konsepsi dasar tata kelola pendidikan nasional dalam RUU Cipta Kerja. Terutama, masih muncul semangat liberalisasipendidikan.

“Menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan industri jasa yang longgar bagi lembaga pendidikan asing. Pemerintah terkesan memaksakan pembahasan pasal-pasal terkait dengan pendidikan dalam RUU Cipta Kerja.  Padahal sebenarnya, masalah ini tidak terkait langsung dengan upaya membangun kemudahan berusaha, iklim investasi yang kondusif serta penciptaan lapangan kerja, yang menjadi inti dari RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Hingga saat ini DPR dan Pemerintah sudah dua kali membahas RUU Cipta Kerja terkait klaster pendidikan ini. Meski sudah beberapa kali diskor untuk lobi-lobi namun Pemerintah tetap belum mampu dengan rumusan baru yang bisa diterima. Pemerintah masih ingin mencabut sifat nirlaba kelembagaan pendidikan serta membuka liberalisasi pendidikan asing. 

Alasannya, ketimbang biarkan mahasiswa pergi belajar ke luar negeri dan menguras devisa lebih baik, lembaga pendidikan asing yang diundang beroperasi di sini.  Pemerintah akan mendapat pemasukan dari pajak lembaga pendidikan asing itu. Selain itu biaya hidup mahasiswa Indonesia tetap dikeluarkan di negeri sendiri. 

“Pemerintah juga beralasan, liberalisasi pendidikan ini perlu dilakukan karena ada desakan WTO. Kalau soal WTO, Panja RUU Cipta Kerja sudah dua kali menghadirkan Duta Besar WTO,” papar Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.

Panja sudah minta penjelasan langsung terkait aturan liberalisasi ini. Dan faktanya, menurut mereka tiada sanksi yang jelas dari WTO terkait soal liberalisasi pendidikan ini. Hal ini berbeda dengan masalah pangan yang jelas aturan dan sanksinya, termasuk adanya potensi penuntutan dari negara-negara tertentu yang merasa dirugikan.

Mulyanto menambahkan, alasan Pemerintah untuk meliberalisasi lembaga pendidikan kurang bisa diterima. Menurutnya, liberalisasi lembaga pendidikan belum tentu menjamin peningkatan pendapatan negara.  Yang ada justru menjadi ancaman bagi ideologi dan budaya bangsa Indonesia. 

Mulyanto menegaskan, PKS menolak logika dasar liberalisasi lembaga pendidikan yang diatur dalam RUU Cipta Kerja itu. Ulasnya, norma dasar tata kelola pendidikan dalam RUU Omnibus Law ini lebih ingin menjadikan lembaga pendidikan sebagai komoditas industri jasa.

“PKS tak setuju klaster ini dipertahankan karena bila kita teliti secara cermat, masalah pendidikan ini tidak terkait langsung dengan ruh RUU Cipta Kerja. Liberalisasi pendidikan itu lebih berat dari ide membangun rumah sakit asing, karena sektor pendidikan sangat terkait dengan pembinaan budaya dan ideologi bangsa,” ungkapnya. 

Semestinya, tegas Mulyanto, membangun lembaga pendidikan domestik yang berkualitas tinggi dan unggul sehingga mampu menyerap mahasiswa kita yang ingin belajar ke luar negeri. Apalagi jika dapat menarik mahasiswa luar negeri untuk belajar di sini. 

“Dulu kita pernah seperti itu. Mahasiswa dari Malaysia banyak belajar di universitas-universitas kita,” lanjut Mulyanto.

Bangsa Indonesia tidak ingin dunia pendidikan tanah air sekadar menjadi pasar industri tersier dengan semangat liberalisme kapitalistik atau menjadi bancakan lembaga pendidikan asing, serta menggerus nilai-nilai budaya adiluhung bangsa ini di tengah kompetisi dagang edukasi global. 

Tandasi doktor nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology, Jepang ini. Pendidikan adalah masalah vital bangsa ini. Negara berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara tidak boleh melepas tanggung-jawab dalam masalah ini dan menyerahkannya kepada mekanisme pasar, melalui prinsip laba dan liberalisasi pendidikan. Pendidikan itu bukan komoditas industri jasa. Ini adalah soal tanggung-jawab negara bagi masa depan negeri. (Hira Rass)

Iklan HUT RI Ponpes Al-Khafilah

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.