oleh

Konflik Tanah PT Bumi Raya Utama Grup dan Warga Pulau Pari, KSPP: Kembalikan Hak Konstitusi Warga

Iklan Travel

 

Jakarta, TributeAsia.com-Warga Pulau Pari bersama Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP) kembali melakukan aksi damai di Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dan Balai Kota DKI Jakarta. Aksi tersebut dilakukan untuk kembali mengingatkan serta mendesak kedua institusi negara tersebut agar segera menyelesaikan kasus perampasan tanah warga Pulau Pari oleh PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Griya Nusa yang berada di bawah PT Bumi Raya Utama Grup.

IKLAN-TA-CALEG

Ombudsman melalui laporan warga Pulau Pari telah melakukan penyelidikan dan menemukan adanya mal administrasi dalam penerbitan 62 sertifikat Sertifikat Hak Milik (SHM) dan 14 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Griya Nusa.

Praktik mal administrasi tersebut telah diterbitkan di dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jakarta Raya (Ombudsman Jakarta) Nomor 0314/LM/IV/2017/JKT pada tanggal 9 April 2018.

LAHP tersebut menyatakan bahwa adanya temuan mal-administrasi penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang dan pengabaian kewajiban hukum oleh Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara.

Konflik tanah warga Pulau Pari dengan PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Griya Nusa hingga saat ini belum menemukan titik penyelesaian. Padahal sudah dua tahun berlalu pasca dikeluarkan LAHP tersebut, tetapi kasus mal-administrasi di Pulau Pari belum mendapat perkembangan lanjutan. Konflik ruang masih juga terjadi di Pulau Pari, bahkan dalam situasi pandemi Covid-19, warga masih hidup dalam kekhawatiran.

Mustaghfirin selaku Ketua Forum Pulau Pari (FP3), mengatakan bahwa warga Pulau Pari menuntut Pemerintah Pusat dan Pemerintah DKI Jakarta untuk segera memberikan masyarakat haknya kembali yaitu kepastian pengakuan atas ruang hidup di Pulau Pari.

“Ombudsman Republik Indonesia harus segera mengeluarkan rekomendasi hasil dari LAHP yang menyebutkan bahwa 14 SHGB dan 62 SHM perusahaan adalah mal administrasi. Rekomendasi itu sangat penting untuk kami warga Pulau Pari agar kami dapat kembali hidup di ruang hidup kami (Pulau Pari) tanpa adanya ancaman dan intimidasi dari perusahaan,” tegas Mustaghfirin pada hari Jum’at (7/8/2020).

Senada dengan hal tersebut, Perwakilan Ketua RT Pulau Pari, Edi mengungkapkan bahwa ” woarga Pulau Pari sudah menunggu selama dua (2) tahun agar Ombudsman RI segera mengeluarkan rekomendasi hasil LAHP, tetapi kenapa rekomendasi tersebut belum juga dikeluarkan sampai saat ini. Apa yang ditunggu ORI untuk mengeluarkan rekomendasi tersebut dan mau sampai kapan warga Pulau Pari terancam di tanah kelahirannya. Kami juga meminta agar Gubernur DKI Jakarta turun langsung cek lapangan ke Pulau Pari agar bisa membuat keputusan terkait konflik tanah ini,” jelas dia.

Asmania dari kelompok perempuan Pulau Pari menambahkan, “ Harapan kami Bapak Anies selaku Gubernur jangan hanya janji akan ke Pulau Pari, sampai sekarang tidak datang-datang. Indonesia sudah merdeka tapi kenapa Pulau Pari masih dijajah,” ujarnya.

Berlarutnya konflik ruang di Pulau Pari, jelas dia, memberikan catatan merah terhadap kegagalan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam melindungi pulau-pulau kecil dari ancaman privatisasi oleh pengusaha yang berkedok investasi.

” Pemerintah Pusat dan Daerah juga gagal mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dalam mengelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana yang telah dimandatkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No.3 Tahun 2010,” paparnya lagi.

Lanjutnya, Putusan MK memberikan mandat kepada Negara agar Negara menjamin terpenuhinya hak konstitusional nelayan Indonesia, salah satunya adalah hak untuk mengelola dan mendapatkan manfaat dari sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.

Menyikapi hal tersebut, warga Pulau Pari bersama Koalisi Selamatkan Pulau Pari menuntut :

1. Kepada Ombudsman Republik Indonesia, untuk segera mengeluarkan rekomendasi dari LAHP yang menyebutkan mal-administrasi 14 SHGB dan 62 SHM perusahaan.
2. Kepada Gubernur DKI Jakarta, untuk segera memberikan sikap untuk melindungi warga Pulau Pari beserta ruang hidupnya melalui regulasi/kebijakan/keputusan Gubernur DKI Jakarta, sebagaimana yang telah dimandatkan oleh Putusan MK No.3/PUU-VIII/2010 serta UU No.7 Tahun 2016. (Dw)

Iklan HUT RI Ponpes Al-Khafilah

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.