Winston Churchill, legenda perang sekaligus pahlawan Inggris kendati gagal menaklukkan Turkey, suatu ketika berdiri di dekat kolam ikan, di depan Istana. Ia dikelilingi para pakar dan arsitek perang dari Eropa. Kemudian Churchill memerintahkan seorang prajurit pilihan untuk menangkap ikan di dalam kolam. Dan berkali-kali prajurit tersebut mencoba menangkap ikan tetapi selalu gagal, gagal dan gagal terus. Rupanya si ikan lebih tangkas di air ketimbang pasukan terbaik Inggris.
Setelah prajurit kelelahan karena sekian lama ngubek-ubek kolam tapi sialnya tidak mampu menangkap ikannya, maka Churchill berkata, bahwa ikan tidak akan bisa ditangkap jika ikan masih berada di dalam air.
Kemudian diperintahkannya sang prajurit agar mengeringkan kolam. Pelan-pelan kolam dikeringkan dan tentu memakan waktu lama. Setelah kolam kering, akhirnya ikan-ikan pun menggelepar-gelepar sekarat. Fish out of water. Tinggal ditangkap atau tunggu kematiannya.
Analogi Winston Churchill, sang legendaris perang Dunia ke-2 soal ikan ini, menarasikan dalam orasinya bahwa tidak akan bisa mengalahkan muslim, selama muslim itu mengamalkan keislamannya; yang mengamalkan Qur’an dan sunnah Rasul dalam hidupnya; yang menjadikan mereka mencintai Allah dan Rasulullah melebihi cintanya terhadap dunia, bahkan melebihi cinta kepada dirinya sendiri dengan menjadikan syahid sebagai impian.
Ia melanjutkan orasinya, untuk menghancurkan Islam itu mudah: “Keringkan air”-nya! Ya, keringkan “keimanan”-nya. Jauhkan mereka dari Qur’an; jauhkan dari Sunnah Nabi; jauhkan dari mesjid; jauhkan dari menteladani Rasulullah; jauhkan dari majelis ilmu dan seterusnya.
Yang dalam kearifan Minang bahkan jauh-jauh hari sudah diingatkan :
“Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Adat manurun, syarak mandaki. Adat nan kawi, syarak nan lazim. Syarak mangato, adat mamakai. Tuhan basifat qadim, manusia basifat khilaf.”Adat istiadat adalah bagian dari agama karena bersendikan kitabullah bagi masyarakat Minang.
Muslim yang sudah jauh dari Qur’an, jauh dari Sunnah, jauh dari sholat, jauh dari rukun Islam, jauh dari rukun Iman, jauh dari mesjid, jauh dari majelis ilmu —- mereka bagaikan ikan yang sudah menggelepar – gelepar karena kekeringan air.
Nah, proses inilah yang tengah berjalan di negeri ini. Program sekularisme terus berjalan senyap. Pondok-pondok pesantren hendak ditenggelamkan (isu KlePon). Dan tetiba Dejavu dengan yel-yel tahun tahun 1947 saat peristiwa Madiun berdarah; “Pondok Bobrok, Langgar Bubar, Santri Mati!”
Maka Eling dan Waspadalah!
(MDA)
_(sumber : fb/malika dwi ana)_
Komentar