oleh

Perluasan pantai Ancol BUKAN hasil “reklamasi” spt Pulau C, D, G tapi tanah timbul akibat pengerukan sungai dan waduk

Iklan Travel

Jakarta, TributeAsia.com – Ceritanya, tahun 2009 ada proyek darurat penanggulangan banjir Jakarta namanya JEDI ( Jakarta Emerging Dredging Initiative) atau JUMP (Jakarta Urgent Flood Mitigation Project). Ini proyek bersama antara Pemerintah Pusat cq PUPR dan Pemprov DKI Jakarta yang dibiayai oleh Bank Dunia. Demi penanggulangan banjir, waduk dan sungaipun dikeruk. Dan mulai tahun 2012 hasil kerukan itu dibuang ke kawasan Ancol, berdasarkan perjanjian kerja sama proyek ini dengan PT Jaya Ancol.

Hasil kerukan itu menjadi tanah timbul yang menempel di kawasan pantai Ancol. Luasnya 20 hektar. Lebar banget ya? Sayangnya tanah itu tak bisa dimanfaatkan sepanjang belum disertifikasi ke BPN, sementara salah satu syarat BPN adalah harus ada ijin perluasan daratan Ancol. Itulah alasan mengapa Gubernur menerbitkan Keputusan Gubernur (Kepgub) nomor 237 tahun 2020. Tanah timbul yang ada memang harus dimanfaatkan untuk kepentingan publik.

IKLAN-TA-CALEG

Ada yang bertanya, ketika tanah timbul itu hanya 20 hektar, mengapa Keputusan Gubernur mengijinkan perluasan kawasan rekreasi Ancol seluas 35 hektar dan 120 hektar? Ternyata luasan pelebaran kawasan Ancol ini telah disepakati sebelumnya sejak tahun 2009 dalam PKS proyek JEDI dengan PT Jaya Ancol. Bukan penambahan luasan baru. Perjanjian ini kan masih tetap berlaku.

Apalagi Pemprov DKI Jakarta memang masih membutuhkan lokasi pembuangan tanah di Ancol ini. Sebab proyek pengerukan sungai dan waduk akan terus berjalan demi upaya penanggulangan banjir Jakarta. Jika kerja sama dengan Ancol tak dimanfaatkan maka akan mengganggu program penanggulangan banjir Jakarta.

Bagaimana dengan dampak lingkungan perluasan Ancol ini? Berbeda dengan reklamasi 17 pulau yang waktu itu sudah ada AMDAL-nya oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan tak direkomendasikan karena merusak lingkungan. Perluasan wilayah Ancol ini sudah lolos AMDAL tahun 2009. Makanya sudah jalan tanah hasil kerukan dibuang ke sana.
Walau begitu Gubernur Anies Baswedan tetap berhati-hati. Peraturan Gubernur mensyaratkan lagi adanya sejumlah kajian untuk memastikan bahwa proyek tak merusak lingkungan. Di antaranya kajian penanggulangan banjir, kajian pemanasan global, kajian dampak lingkungan. Kajian-kajian ini diharapkan terbuka sehingga publik bisa ikut mengawasi.

Minggu lalu saya ikut mendengar paparan rencana perluasan kawasan Ancol, di mana salah satu rencananya adalah pembuatan kawasan pantai publik. Rencana ini bagus, sebab artinya warga akan dapat bebas mengakses pantai secara gratis di sana. Sudah seharusnya kota Jakarta yang terletak di pesisir memiliki pantai publik yang saat ini nyaris hilang.
Cerita di atas, menjelaskan bahwa perluasan kawasan Ancol ini berbeda dengan reklamasi 17 pulau. Yang dijanjikan oleh Anies Baswedan untuk dihentikan pembangunannya bagi yang belum terbangun. Serta dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat bagi pulau yang sudah terlanjur terbangun.

Saya merasa perlu menuliskan, sebab kita perlu tahu bahwa janji stop reklamasi Anies Baswedan tetap ditunaikan. Perluasan pantai Ancol ini bukan reklamasi yang itu.

*Tatak Ujiyati*
(catatan pagi)

Iklan HUT RI Ponpes Al-Khafilah

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.