oleh

Lemah Pengawasan Kemenag, Kasus Pengadaan Barang Senilai Rp 114 Miliar Terjadi di Ditjen Pendis

Iklan Travel

Jakarta, TribunAsia.com – Kasus korupsi pengadaan barang senilai Rp 114 M pada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) yang saat ini sedang ditangani KPK menunjukan lemahnya pengawasan internal di tubuh Kementerian Agama. Di sisi lain Ditjen Pendis pada tahun 2020 ini juga mulai menjalankan Mega proyek Realizing Education’s Promise.

“Nilai proyeknya sebesar Rp3,75 triliun dan bersumber dari pinjaman Bank Dunia. Bahkan dari segi anggaran 80 persen dari total anggaran Kemenag ada pada Ditjen Pendis,” sebut Koordinator CBA, Minggu (23/2/2020).

IKLAN-TA-CALEG

Melihat hal ini, Center for Budget Analysis (CBA) menilai pelaksanaan anggaran pada Ditjen Pendis harus diawasi dengan ketat jangan sampai muncul skandal baru pada Kemenag ini.

“Mengingat pada Ditjen Pendis masih banyak ditemukan program kegiatan yang anggarannya diselewengkan dan berpotensi merugikan keuangan negara. Pola dan modusnya berupa markup anggaran, laporan fiktif, sampai double anggaran,” kata Jajang Nurjaman.

Lebih lanjut, contohnya untuk biaya kegiatan narasumber, honorarium panitia, sampai uang saku kegiatan rapat, diduga banyak diselewengkan. Berikut rinciannya:

Pertama, Kegiatan penilaian angka kredit guru dan tenaga kependidikan pada madrasah. Ditemukan lima kegiatan janggal yang dilaksanakan pada tahun 2017. Kegiatan ini sendiri dilaksanakan di Bogor yakni tiga di Salak Tower Hotel, dan sisanya di Salak Heritage dan The Sahira Hotel.

“Biaya honorarium pada lima kegiatan yang seharusnya senilai Rp 142.519.500. Dirjen Pendis melaporkan biaya sebesar Rp 367.830.000, ada selisih pelaporan sebesar Rp 225.310.500. Kejanggalan lainnya dalam kegiatan ini tidak ada satupun peserta baik dari internal eselon maupun eksternal eselon Ditjen Pendis,” ungkapnya.

Selanjutnya, dalam tiga kegiatan di tahun 2017 berupa penyusunan kisi-kisi dan soal guru kelas RA Dit. GTK Madrasah yang dilaksanakan di Swissbell Inn Makassar, pembuatan modul bidang studi PAI dan Bahasa Arab dan penyusunan kisi-kisi dan soal UTN guru kelas MI yang dilaksanakan di Royal Hotel Bogor, juga ditemukan modus yang sama. Biaya honorarium pembahas yang seharusnya Rp11.550.000, Ditjen Pendis melaporkan biaya yang digunakan sebesar Rp 19.800.000.

Terakhir, kegiatan rutin rapat yang dilaksanakan Dirjen Pendis juga ditemukan kejanggalan. Seperti yang terjadi pada 11 kegiatan di tahun 2017 dengan tema: peningkatan kapasitas pengelola keuangan, workshop laporan keuangan, penatausahaan pembendaharaan, workshop laporan keuangan, koordinasi dan sinkronisasi laporan keuangan.

“Dirjen Pendis khusus untuk pembayaran honor narasumber acara ini menghabiskan biaya sebesar Rp88.130.000, padahal biaya yang seharusnya dipakai senilai Rp45.000.000. Praktek dugaan mark up anggaran dalam program kegiatan Ditjen Pendis Kementerian Agama begitu mengkhawatirkan. Hal ini tidak boleh terus dibiarkan,” tandasnya.

Berdasarkan catatan di atas, CBA meminta Menteri Agama Fachrul Razi untuk membenahi Ditjen Pendis. Selain itu Kamaruddin Selaku Dirjen Pendis harus membersihkan satker yang dipimpinnya dari oknum nakal. Selain itu, Kemenag juga harus memperbaiki sistem pengawasan internalnya. Aparatur Pengawas Internal di Kemenag harus dijalankan fungsinya dengan baik. (Dw)

Iklan HUT RI Ponpes Al-Khafilah

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.