oleh

Proyek Ancol Beach City, KAMPAK Desak KPK Tangkap Tangkap Budi Karya Sumadi

Iklan Travel

Jakarta, TribunAsia.com – Ratusan pemuda yang tergabung dalam Komite Angkatan Muda Pendobrak dan Pemberantasan Korupsi (KAMPAK) mendatangi Komisi Pemberantaaan Korupsi (KPK), Rabu (12/9/2018).

Mereka meminta KPK segera menangkap Budi Karya Sumadi atas dugaan korupsi proyek Ancol Beach City dan Pembangunan Gedung Music Stadium yang merugikan negara Rp118 milyar.

IKLAN-TA-CALEG

Koordinator KAMPAK, Gunawan mengatakan, dugaan korupsi yang dilakukan Budi Karya Sumadi, saat ini Menteri Perhubungan (Menhub) bermula, pada akhir tahun 2003, Dirut PT. Putra Teguh Perkasa (PTP), Ali Yoga menawarkan proyek Ancol Beach City dan Gedung Music Stadium kepada Dirut PT. Wahana Agung Indonesia Propertindo (WAIP), Fredie Tan alias Awi. Namun dalam perjalanannya, Fredie Tan, dengan memakai PT. Paramitha Bangun Cipta Sarana (PBCS), berhasil mengambil-alih proyek tersebut.

Pada tanggal 10 Agustus 2004, PBCS membuat perjanjian kejasama BTO  (Build, Transfer, Operation) proyek Ancol Beach City dan Gedung Musik Stadium dengan PT. Pembangunan Jaya Ancol (PJA), di atas lahan seluas  39.000 m2, yang ditandatangani oleh Fredie Tan alias Awi selaku Dirut, dan pada saat itu Budi Karya Sumadi menjabat sebagai Direktur Keuangan PJA (2001-2004).

PBCS memiliki hak pengelolaan atas proyek tersebut selama 25 tahun yang akan berakhir pada 10 Agustus 2019. Setelah masa perjanjian berakhir, PBCS akan mengembalikan tanah dan bangunan serta sarana penunjang kepada PJA.

Menurut investigasi KAMPAK Fredie Tan, yang berkantor di Jl Pantai Indah Barat Kompleks Toho PIK Blok E No.12 Kamal Muara Jakarta Utara itu merupakan karib Budi Karya Sumadi. Kiprah korupsi Fredie Tan, seperti mengikuti jejak karir Budi Karya Sumadi di pemerintahan.

Pernah tersangka di Kejagung Pada tahun 2012, saat Budi Karya Sumadi menjadi Dirut PT. Jakarta  Propertindo (2004-2013), Fredie Tan ditetapkan sebagai tersangka oleh Pidsus Kejagung RI, terkait dugaan korupsi penjualan 5000 m2 lahan PT. Jakpro di Pluit, yang merugikan negara sebesar Rp 68 milyar, bersama dua orang lainnya yakni Komisaris PT. Delta Jakarta, Oky Sukasah, dan mantan Dirut Jakpro (BUMD), I Gusti Ketut Gede.

“Penetapan tersangka diduga dilokalisir oleh penyidik pidsus Kejagung RI, sehingga mengakibatkan Budi Karya Sumadi lolos dari jeratan hukum. Apalagi diujung perjalanan kasus ini di SP3 oleh Pidsus Kejagung RI,” ujar Gunawan di depan Gedung KPK, Jakarta, Rabu (12/9/2018).

Gunawan menuturkan, dalam perjanjian pembangunan proyek Ancol Beach City dan Gedung Music Stadium, perusahaan milik Fredie Tan, PBCS wan prestasi, karena pembangunan tidak kunjung dilakukan sehingga berujung pada terjadinya pemutusan perjanjian. Pada tanggal 26 April 2007, melalui Akte Notaris No. 208 yang diterbitkan kantor Notaris Sutjipto, SH, di Jakarta,  perjanjian dialihkan kepada WAI.

Berdasarkan perjanjian tersebut, jangka waktu WAI untuk membangun selambat-lambatnya tanggal 31 Agustus 2010. Sedangkan jangka waktu pengoperasian 25 tahun terhitung sejak tanggal “Berita Acara Serah Terima Proyek/Pengalihan Proyek”.

Namun pada tanggal 28 Agustus tahun 2010 beralih lagi ke PT. Wahana  Agung Indonesia Propertindo (WAIP), yang Direktur Utamanya adalah Fredie Tan. Bahwa pada 20 Desember 2012, dilakukan serah terima proyek Ancol  Beach City oleh WAIP kepada PJA, berdasarkan Berita Acara Serah Terima

Bangunan Music Stadium Tahap I Nomor: 021/DIR-PJA/XII/2012, dan Berita Acara Serah Terima Pengalihan Bangunan Music Stadium Tahap II Nomor: 003/DIR-PJANII/2013 tanggal 31 Juli 2013.

Bahwa ditengah jalan pada 21 Maret 2012, WAIP mengikat perjanjian BTO  (Bulid, Transfer, Operation) proyek Ancol Beach City (ABC) dan Gedung  Music Stadium disewakan WAIP selama 25 tahun kepada pihak ketiga yakni PT. Elang International Stadium (MEIS), direkayasa seolah-olah tanpa  sepengetahuan PJA dan DPRD.

Fredie Tan menipu MEIS dengan mengaku bangunan proyek Ancol Beach City (ABC) dan Gedung Music Stadium yang dikerjasamakan dengan MEIS diakui sebagai miliknya. Padahal sudah menjadi aset PJA, setelah  dilakukan serah terima, berdasarkan Fredie Tan hanya pengelola.

Dalam perjanjian WAIP- MEIS selama 25 tahun, Fredie Tan membuat konstruksi nilai per meter perseginya Rp.6,7 juta/M2/25 tahun, dari  seharusnya Rp. 21,5 juta /M2/25 tahun. Hal ini bertujuan sekadar menipu MEIS agar secepatnya dapat menggelontorkan dana kepada Fredie Tan.

“Setelah dana digelontorkan MEIS kepada Fredie Tan sebanyak Rp. 250  milyar, MEIS direkayasa oleh Fredie Tan agar wan prestasi, sehingga bisa kembali lagi kepada dirinya. Dana hasil penipuan sebesar Rp. 250 milyar ini diduga dibagi-bagi antara lain kepada pejabat PJA sebagai “upah” praktek pembiaran dan pengabaian yang dilakukan pihak Pengguna Barang dalam hal ini Budi Karya Sumadi dan kawan-kawan, yang nyata-nyata membiarkan atas berbagai pelanggaran hukum yang dilakukan Fredie Tan ,” paparnya.

Atas praktek korupsi di tubuh PJA dan Jakpo, sambung Gunawan, pada tahun 2013 BPK melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT), dan pada tahun 2014, BPK kembali melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu terhadap keuangan PJA. PDTT meliputi : Pendeteksian dini, Investigasi, dan Penegakan Hukum. Namun hasil PDTT di tubuh PJA oleh BPK pada tahun 2013 dan 2014 tidak dapat diakses publik dari internet, diduga telah di hack oleh ahli IT Budi Karya Sumadi yang bermarkas di Jalan Suren I No. 15, Blok S Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. (esa)

Iklan HUT RI Ponpes Al-Khafilah

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.